Hawa Baru, Bunda Segala Bangsa
Kisah Hawa dalam Kitab Kejadian dapat dihubungkan dengan Maria dalam Injil Yohanes melalui konsep Hawa Lama dan Hawa Baru. Dalam Kejadian 3, Hawa adalah perempuan pertama yang, bersama Adam, jatuh dalam dosa karena godaan ular. Dosa asal ini membawa konsekuensi besar bagi seluruh umat manusia, menyebabkan keterpisahan dari Allah. Hawa, sebagai "ibu segala yang hidup" (Kejadian 3:20), menjadi simbol kerapuhan manusia yang jatuh ke dalam dosa. Namun, dalam Kejadian 3:15, Allah berjanji bahwa keturunan perempuan akan meremukkan kepala ular, yang oleh banyak teolog diartikan sebagai nubuat tentang kemenangan Yesus atas dosa, dengan Maria sebagai perempuan yang melahirkan Sang Penebus.
Maria dalam Injil Yohanes sering disebut sebagai Hawa Baru, terutama melalui dua peristiwa penting: Peristiwa Kana (Yohanes 2:1-12) dan Penyaliban Yesus (Yohanes 19:25-27). Dalam kedua peristiwa ini, Yesus menyebut Maria sebagai “Perempuan”, yang bukan sekadar panggilan biasa, melainkan memiliki makna teologis yang mendalam. Ini mengingatkan pada Hawa dalam Kejadian, tetapi dalam konteks baru: sementara Hawa membawa dosa ke dunia, Maria, dengan ketaatannya, berperan dalam menghadirkan Sang Penebus. Di Kana, Maria berperan dalam memulai mukjizat pertama Yesus, yang menandakan awal karya penyelamatan-Nya. Sedangkan di Golgota, Maria hadir saat Yesus menyelesaikan misi-Nya, menunjukkan bagaimana ia ikut serta dalam rencana keselamatan.
Jika Hawa dalam Kejadian membawa kejatuhan melalui ketidaktaatan, Maria dalam Injil Yohanes menjadi alat pemulihan melalui ketaatan kepada Allah. Hawa mendengarkan suara ular dan mengambil buah dari pohon yang membawa maut, sedangkan Maria menerima Sabda Allah dan melahirkan Yesus, pohon kehidupan sejati. Di bawah salib, Yesus memberikan Maria sebagai ibu bagi murid yang dikasihi-Nya, yang melambangkan seluruh Gereja (Yohanes 19:26-27). Dengan demikian, Maria bukan hanya Hawa Baru yang membawa kehidupan melalui Yesus, tetapi juga ibu bagi umat beriman yang menerima keselamatan-Nya. Hubungan ini menunjukkan bagaimana rencana Allah sejak awal telah mempersiapkan penebusan manusia, dari kejatuhan Hawa hingga ketaatan Maria dalam karya keselamatan Kristus.
Dalam Injil Yohanes, Maria, ibu Yesus, muncul dalam beberapa peristiwa penting yang menunjukkan perannya dalam karya keselamatan. Pertama kali, ia disebut dalam peristiwa pernikahan di Kana (Yohanes 2:1-12), di mana ia memperhatikan bahwa anggur telah habis dan memberi tahu Yesus. Meskipun Yesus awalnya berkata bahwa waktu-Nya belum tiba, Maria tetap meminta para pelayan untuk mengikuti perintah-Nya. Ini menunjukkan iman dan kepercayaan Maria kepada Yesus, yang kemudian melakukan mukjizat pertama-Nya dengan mengubah air menjadi anggur. Peristiwa ini menegaskan peran Maria sebagai perantara yang membawa perhatian kepada Yesus dan karya-Nya.
Maria juga hadir dalam bagian akhir Injil Yohanes, terutama saat penyaliban Yesus di Golgota (Yohanes 19:25-27). Ia berdiri di dekat salib bersama beberapa wanita lain dan murid yang dikasihi Yesus. Dalam momen yang penuh kasih, Yesus menyerahkan Maria kepada murid yang dikasihi-Nya, dengan berkata, "Ibu, inilah anakmu," dan kepada murid itu, "Inilah ibumu." Tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk perhatian Yesus kepada ibu-Nya, tetapi juga memiliki makna teologis yang dalam. Maria menjadi ibu bagi semua murid Kristus, melambangkan peran Gereja sebagai ibu bagi umat beriman.
Berbeda dengan Injil Sinoptik, Yohanes tidak banyak menyebut Maria secara eksplisit dalam peristiwa lainnya. Namun, kehadirannya di awal dan akhir Injil Yohanes menandakan pentingnya perannya dalam kehidupan Yesus dan Gereja. Di Kana, Maria memulai pelayanan Yesus dengan mendorong mukjizat pertama-Nya. Di Golgota, ia menerima panggilan baru sebagai ibu bagi Gereja melalui murid yang dikasihi. Dua peristiwa ini menunjukkan bahwa Maria tidak hanya ibu secara biologis, tetapi juga ibu secara rohani dalam karya keselamatan.
Selain itu, simbolisme Maria dalam Injil Yohanes sering dikaitkan dengan figur "Perempuan", yang memiliki makna mendalam dalam teologi Yohanes. Saat di Kana dan di salib, Yesus menyebut Maria dengan sebutan "Perempuan," yang mengingatkan pada janji keselamatan dalam Kejadian 3:15. Ini menghubungkan Maria dengan peran baru sebagai "Hawa Baru," yang terlibat dalam rencana keselamatan Allah. Dengan demikian, Injil Yohanes memperlihatkan Maria sebagai bagian integral dalam penggenapan karya Kristus.
Melalui Injil Yohanes, kita melihat bahwa Maria bukan hanya ibu Yesus, tetapi juga figur penting dalam sejarah keselamatan. Perannya di Kana mengajarkan tentang iman dan kepercayaan kepada Yesus, sementara kehadirannya di Golgota menunjukkan kasihnya yang setia. Yesus sendiri meneguhkan peran Maria sebagai ibu bagi murid-murid-Nya, yang meluas kepada seluruh Gereja. Meski tidak banyak disebut dalam Injil Yohanes, kehadirannya di dua titik krusial menunjukkan makna mendalam dalam iman Kristen. Maria menjadi teladan ketaatan dan kasih yang terus mendampingi perjalanan iman umat beriman.
Dalam Kitab Wahyu, Maria sering dikaitkan dengan perempuan yang berselubungkan matahari dalam (Wahyu 12:1-6. Perempuan ini digambarkan dengan mahkota dua belas bintang, bulan di bawah kakinya, dan sedang mengandung anak laki-laki yang akan memerintah segala bangsa. Naga besar, yang melambangkan Iblis, berusaha menelan anak itu, tetapi Allah melindunginya dengan mengangkatnya ke takhta-Nya. Perempuan itu kemudian melarikan diri ke padang gurun, tempat yang telah disediakan Allah baginya. Gambaran ini sering ditafsirkan sebagai simbol Maria, karena ia adalah ibu dari Yesus, yang disebut sebagai Anak yang akan memerintah segala bangsa.
Selain merujuk kepada Maria secara pribadi, perempuan dalam Wahyu 12 juga melambangkan Gereja. Sebagai ibu dari Yesus, Maria juga menjadi gambaran umat beriman yang melahirkan dan memelihara pengikut Kristus. Perjuangan perempuan itu melawan naga menggambarkan perjuangan Gereja dalam menghadapi penganiayaan dan godaan dunia. Maria, sebagai figur ibu spiritual, juga mendampingi Gereja dalam pergumulannya melawan kejahatan. Dengan demikian, Wahyu 12 tidak hanya berbicara tentang Maria sebagai individu, tetapi juga perannya dalam sejarah keselamatan bersama Gereja.
Maria dalam Wahyu juga dapat dilihat sebagai Hawa Baru, yang berlawanan dengan perempuan yang melambangkan Babel, simbol kejahatan dan dosa. Sebagai perempuan yang setia kepada Allah, Maria menjadi lambang kemenangan atas dosa dan bagian dari rencana keselamatan Allah. Keterlibatannya dalam kelahiran Yesus, serta perlindungannya oleh Allah dalam Wahyu 12, menunjukkan bagaimana rencana ilahi berjalan dalam sejarah umat manusia. Kehadirannya di bagian akhir Kitab Suci menegaskan bahwa Maria memiliki peran istimewa dalam karya keselamatan, tidak hanya sebagai ibu Yesus, tetapi juga sebagai ibu umat beriman. Gambaran ini menginspirasi umat untuk setia kepada Allah dan berjuang dalam iman menghadapi tantangan dunia.
Komentar
Posting Komentar