Eskatologi Kosmis: Hubungan Allah, Manusia, dan Dunia
Dalam ajaran Katolik, konsep Allah yang transenden sekaligus imanen sangat penting dalam memahami hubungan antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Allah dalam Katolik adalah maha tinggi, melampaui segala sesuatu, dan tidak terbatas oleh ruang serta waktu. Transendensi Allah menunjukkan bahwa:
- Ia pencipta segalanya, tidak bergantung pada ciptaan (Creatio ex nihilo – penciptaan dari ketiadaan).
- Ia tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh akal manusia karena kebesaran-Nya.
- Dalam Kitab Suci, ini ditegaskan dalam Yesaya 55:8-9: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." Meskipun transenden, Allah juga hadir secara nyata dan dekat dengan ciptaan-Nya. Dalam Katolik, imanensi Allah diwujudkan dalam beberapa cara:
- Inkarnasi Yesus Kristus – Allah menjadi manusia dalam diri Yesus, yang adalah Immanuel (Allah beserta kita) (Matius 1:23).
- Roh Kudus – Allah hadir dalam hati umat beriman dan membimbing mereka.
- Sakramen Ekaristi – Allah benar-benar hadir dalam rupa roti dan anggur, menjadi makanan rohani bagi umat-Nya.
- Gereja dan komunitas iman – Allah bekerja melalui tubuh mistik Kristus, yaitu Gereja.
Dalam Katolik, transendensi dan imanensi Allah tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Allah maha tinggi, tetapi juga Maha Dekat dengan umat-Nya. Transendensi-Nya mengajarkan umat untuk menghormati dan menyembah-Nya, sementara imanensi-Nya menegaskan kasih dan perhatian-Nya terhadap manusia.
Teologi Pengharapan Moltmann adalah pendekatan teologis yang menekankan harapan sebagai inti dari iman Kristen. Dalam bukunya "Theology of Hope" (1964), Moltmann berpendapat bahwa pengharapan Kristen bukan sekadar optimisme manusiawi, tetapi didasarkan pada janji Allah yang dinyatakan dalam kebangkitan Kristus. Kebangkitan ini bukan hanya peristiwa masa lalu, tetapi juga tanda bahwa Allah sedang bekerja untuk membawa dunia menuju pemulihan dan pembaruan yang penuh di masa depan. Dengan demikian, iman Kristen bukan hanya tentang keselamatan individu, tetapi juga keterlibatan dalam perubahan sosial menuju keadilan dan pembebasan.
Moltmann menekankan bahwa eskatologi (ajaran tentang akhir zaman) bukan sekadar refleksi tentang akhir dunia, tetapi menjadi dasar bagi keterlibatan Kristen dalam sejarah. Dalam pandangannya, Allah tidak hanya diam dan jauh, tetapi aktif dalam dunia, mengarahkan ciptaan menuju pemenuhan rencana-Nya. Pengharapan akan Kerajaan Allah memberikan motivasi bagi umat beriman untuk berjuang melawan penderitaan, ketidakadilan, dan penindasan. Dengan kata lain, harapan Kristen bersifat transformatif: bukan hanya menunggu, tetapi bertindak untuk mengubah dunia sesuai dengan kehendak Allah.
Teologi Pengharapan Moltmann juga bersifat dialogis, melibatkan percakapan dengan berbagai disiplin ilmu, seperti filsafat, politik, dan sains. Ia menolak pandangan teologi yang terlalu statis dan menekankan bahwa iman harus terbuka terhadap masa depan yang belum selesai. Dengan pendekatan ini, Moltmann memberikan perspektif yang relevan bagi gereja dan masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman modern. Harapan bukan hanya sekadar perasaan, tetapi kekuatan yang menggerakkan perubahan, mengundang umat manusia untuk bekerja sama dengan Allah dalam membawa dunia menuju pemulihan yang sejati.
Dalam eskatologi kosmis, konsep Sabbath, Shekinah, dan Langit-Bumi Baru berkaitan dengan pemulihan ciptaan dan kehadiran Allah dalam sejarah serta akhir zaman.
1. Sabbath: Perhentian dan Pemulihan Kosmik
Sabbath dalam eskatologi kosmis tidak hanya merujuk pada hari istirahat mingguan dalam Yudaisme dan Kristen, tetapi juga sebagai "prototipe perhentian eskatologis". Dalam Alkitab, Sabbath melambangkan kesempurnaan ciptaan Allah (Kejadian 2:2-3) dan janji akan kedamaian serta pemulihan semesta (Ibrani 4:9-11). Dalam pandangan kosmis, Sabbath adalah gambaran tentang akhir zaman, di mana seluruh ciptaan akan memasuki "perhentian Allah", bebas dari dosa, penderitaan, dan kematian. Ini merupakan bagian dari penggenapan rencana Allah dalam membawa dunia kepada Shalom (kedamaian sempurna).
2. Shekinah: Hadirat Allah dalam Ciptaan yang Dipulihkan
Shekinah adalah konsep dalam tradisi Yahudi dan Kristen yang merujuk pada hadirat ilahi Allah yang berdiam di tengah umat-Nya. Dalam eskatologi kosmis, Shekinah menggambarkan bagaimana Allah tidak hanya menciptakan dunia, tetapi juga berdiam di dalamnya dan menuntunnya menuju pemulihan sempurna. Dalam sejarah Israel, Shekinah hadir dalam Kemah Suci dan Bait Allah (Keluaran 40:34-35). Dalam Perjanjian Baru, konsep ini diwujudkan dalam Yesus Kristus sebagai inkarnasi Allah (Yohanes 1:14) dan diperluas dalam kehadiran Roh Kudus dalam Gereja. Di akhir zaman, Shekinah akan mencapai puncaknya saat Allah berdiam secara penuh di dalam Langit dan Bumi Baru (Wahyu 21:3).
3. Langit dan Bumi Baru: Kesempurnaan Kosmik
Konsep Langit dan Bumi Baru dalam eskatologi kosmis berasal dari nubuat dalam Yesaya 65:17 dan Wahyu 21:1. Ini bukan sekadar penggantian dunia lama, tetapi transformasi semesta menjadi tempat yang dibebaskan dari dosa, penderitaan, dan kematian. Langit dan Bumi Baru adalah penggenapan dari rencana awal penciptaan, di mana manusia akan hidup dalam persekutuan penuh dengan Allah dan ciptaan akan kembali kepada keharmonisannya semula. Ini juga mencerminkan Sabbath eskatologis, di mana seluruh ciptaan mengalami perhentian dan damai dalam kehadiran Shekinah Allah.
Kesimpulan
Dalam eskatologi kosmis, Sabbath, Shekinah, dan Langit-Bumi Baru membentuk satu kesatuan: Sabbath sebagai tujuan akhir ciptaan, Shekinah sebagai kehadiran Allah yang menuntun menuju pemulihan, dan Langit-Bumi Baru sebagai perwujudan final dari rencana Allah. Konsep-konsep ini memberikan gambaran bahwa akhir zaman bukanlah kehancuran dunia, tetapi pemulihan total semesta dalam kesempurnaan Ilahi.
Komentar
Posting Komentar