"Keselamatan dalam Tradisi Kristen: Deifikasi vs. Penebusan – Menyelami Dua Pandangan Teologis yang Berbeda"
Paham keselamatan dalam tradisi Kristen memiliki berbagai penafsiran yang mencerminkan perbedaan teologis yang signifikan, terutama antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Dalam pandangan Gereja Timur, keselamatan sering dimengerti sebagai deifikasi, yakni peng-ilahian manusia, yang merujuk pada proses di mana manusia dibawa ke dalam partisipasi dalam kodrat ilahi melalui inkarnasi Kristus. Paham ini menempatkan peristiwa Natal, yakni inkarnasi Yesus, sebagai titik pusat dari keselamatan umat manusia. Dalam hal ini, keselamatan bukan hanya dimengerti sebagai pembebasan dari dosa, tetapi juga sebagai transformasi mendalam yang memungkinkan manusia untuk berbagi dalam kehidupan dan sifat Allah.
Sebagai ilustrasi, Balthasar (1988) mengungkapkan bahwa inkarnasi adalah "peristiwa yang memungkinkan kita untuk mengambil bagian dalam kehidupan Allah," di mana Kristus sebagai Allah yang menjelma manusia mengundang umat manusia untuk "berpartisipasi dalam hidup ilahi" (Balthasar, 1988, The Glory of the Lord). Pandangan ini mengemukakan bahwa keselamatan dimulai dari momen inkarnasi, di mana Allah yang Maha Kuasa memilih untuk masuk ke dalam dunia ini, mengambil rupa manusia, dan melalui itu memberikan kesempatan bagi umat manusia untuk terhubung dengan kodrat ilahi.
Dalam konteks ini, keselamatan dipahami sebagai proses yang melibatkan pemulihan hubungan antara manusia dan Allah. Dengan Kristus yang mengambil kodrat manusia, umat manusia memperoleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari kehidupan ilahi. Gregorius dari Nissa, seorang Bapa Gereja Timur, menyatakan bahwa dalam Kristus, Allah dan manusia dipertemukan dan manusia "dimampukan untuk berbagi dalam sifat ilahi" (The Life of Moses, 1993). Oleh karena itu, fokus teologis pada inkarnasi dan deifikasi menggambarkan keselamatan sebagai pengangkatan manusia ke dalam kehidupan ilahi, bukan sekadar pembebasan dari dosa.
Berbeda dengan pandangan ini, dalam tradisi Gereja Barat, terutama yang berkembang sejak Abad Pertengahan, keselamatan sering dimengerti dalam paradigma satisfactio atau penebusan melalui sengsara dan wafat Yesus di salib. Dalam paham ini, keselamatan dikaitkan langsung dengan penebusan dosa melalui penderitaan Kristus. Paradigma ini, yang banyak dipengaruhi oleh teologi Anselmus dari Canterbury (1033-1109), menganggap bahwa tindakan Kristus di salib adalah pembayaran atas pelanggaran manusia terhadap kehendak Allah. Anselmus dalam karyanya Cur Deus Homo (1098) menulis bahwa untuk menebus dosa umat manusia, hanya Kristus yang dapat memberikan "pengorbanan yang memadai" karena sifat-Nya yang tak ternilai sebagai Allah dan manusia.
Pandangan satisfactio ini menekankan bahwa tanpa penderitaan dan kematian Kristus, umat manusia tidak dapat memperoleh pembebasan dari dosa-dosa mereka. Dalam kerangka ini, kematian Yesus di salib menjadi tindakan silih yang memulihkan hubungan yang terputus antara manusia dan Allah akibat dosa. Thomas Aquinas, seorang teolog Dominikan abad ke-13, menjelaskan bahwa kematian Yesus di salib adalah "perbuatan silih yang tak terhindarkan" untuk menebus manusia dari hukuman dosa (Aquinas, 1265-1274, Summa Theologica).
Meskipun kedua pandangan ini berbeda dalam fokusnya, keduanya memiliki kesamaan dalam memahami Yesus Kristus sebagai pusat keselamatan umat manusia. Dalam paham deifikasi, keselamatan dipahami lebih sebagai proses transformatif yang melibatkan penyatuan dengan Allah melalui inkarnasi Kristus, sementara dalam paham satisfactio, keselamatan dicapai melalui pengorbanan Kristus di salib untuk menebus dosa umat manusia.
Penting untuk mencatat bahwa meskipun paham-paham ini berkembang dalam tradisi yang berbeda, keduanya dapat dianggap sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan teologis yang lebih besar mengenai bagaimana Allah menyelamatkan umat manusia dari dosa dan keterpisahan dengan-Nya. Kedua pandangan ini, meskipun berbeda dalam penekanan, mengakui Kristus sebagai jalan satu-satunya menuju keselamatan.
Namun, jika kita mengamati dampak historis dari kedua paham ini, kita dapat melihat bagaimana masing-masing pendekatan ini mempengaruhi pemahaman tentang hidup Kristen dan spiritualitas umat beriman. Dalam tradisi Gereja Timur, misalnya, fokus pada deifikasi sering kali mengarah pada pengembangan kehidupan spiritual yang menekankan pencapaian kesatuan dengan Allah melalui doa, kontemplasi, dan partisipasi dalam sakramen. Sebaliknya, dalam tradisi Barat yang lebih dipengaruhi oleh paradigma satisfactio, spiritualitas sering kali lebih menekankan pada pengakuan dosa, pertobatan, dan pemahaman akan penebusan yang diperoleh melalui salib.
Meskipun demikian, kedua pendekatan ini tidak saling eksklusif. Dalam praktek kontemporer, beberapa teolog dan pemikir Kristen berusaha untuk mengintegrasikan kedua paradigma ini, mengakui pentingnya inkarnasi dan salib dalam proses keselamatan. Sebagai contoh, C.S. Lewis, dalam bukunya Mere Christianity, menyatakan bahwa "Kristus datang untuk menyelamatkan kita tidak hanya dengan mati di salib, tetapi juga dengan menjadi manusia seperti kita." Dalam pandangan ini, keselamatan tidak hanya didapatkan melalui penderitaan Kristus, tetapi juga melalui hidup-Nya yang menunjukkan bagaimana manusia seharusnya hidup dalam hubungan dengan Allah.
Dengan demikian, meskipun paham keselamatan dalam tradisi Gereja Timur dan Gereja Barat dapat dipahami melalui dua kerangka teologis yang berbeda deifikasi dan satisfactio kedua pandangan ini menawarkan wawasan yang saling melengkapi mengenai bagaimana keselamatan dalam Kristus dapat dipahami, dihayati, dan diterima dalam kehidupan Kristen.
Sumber Kutipan:
Balthasar, H. U. von. (1988). The glory of the Lord: A theological aesthetics (Vol. 1). T&T Clark.
Gregory of Nyssa. (1993). The life of Moses (A. J. Malherbe & E. G. Selby, Trans.). HarperOne. (Original work published ca. 370)
Lewis, C. S. (1952). Mere Christianity. HarperSanFrancisco.
Thomas Aquinas. (1265-1274). Summa Theologica (Fathers of the English Dominican Province, Trans.). Benziger Bros.
Anselm of Canterbury. (1098). Cur Deus Homo (S. Anselm, Trans.). Clarendon Press.
PERTEMUAN SOTERIOLOGI - 8 NOVEMBER 2024
Komentar
Posting Komentar