"Inkarnasi dan Salib: Wujud Cinta Kasih Allah yang Tanpa Syarat bagi Kesatuan dengan Ciptaan"



Allah menghendaki kebaikan yang paling luhur bagi ciptaan-Nya, dengan memberikan diri-Nya secara utuh dalam kebebasan dan kerelaan. Dalam ajaran Kristiani, Allah tidak memaksa ciptaan untuk mendekat kepada-Nya; sebaliknya, Ia mengundang dengan penuh kelembutan dan cinta. Keinginan Allah untuk menyatukan segala sesuatu dengan diri-Nya adalah bukti dari keagungan cinta-Nya yang tanpa syarat. Yohanes 15:13 menyatakan, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Ayat ini menunjukkan bahwa kebaikan yang paling luhur adalah cinta yang diwujudkan dalam pengorbanan.

Inkarnasi dan salib bukan hanya tindakan penebusan, tetapi juga cara Allah untuk benar-benar terlibat secara relasional dengan ciptaan-Nya. Dalam inkarnasi, Allah menjelma menjadi manusia, bukan sekadar untuk menyelesaikan masalah dosa, melainkan untuk menjalin hubungan yang mendalam dengan ciptaan-Nya. Melalui Yesus, Allah hadir dan mengalami kehidupan manusia secara langsung. Dalam Filipi 2:7, dikatakan bahwa Kristus “mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba.” Ini adalah bukti bahwa inkarnasi adalah cara Allah untuk berbagi kehidupan manusia dalam cinta yang mendalam.

Bagi Scotus, inkarnasi bukanlah sekadar tindakan penebusan dosa, tetapi merupakan wujud cinta kasih Allah yang mendalam kepada ciptaan. Bagi Allah, kehadiran di tengah umat manusia melalui Yesus Kristus adalah bagian dari rencana-Nya sejak semula. Melalui kehadiran-Nya yang penuh cinta, Allah mengungkapkan keinginan-Nya untuk selalu dekat dengan manusia. Dalam Yohanes 1:14, disebutkan bahwa “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita.” Ayat ini menunjukkan bahwa inkarnasi adalah cara Allah untuk berada bersama manusia, melampaui perbedaan antara yang ilahi dan yang duniawi.

Inkarnasi, bagi Scotus, dimaksudkan untuk membawa ciptaan menuju kesempurnaan yang lebih tinggi dalam cinta kasih Allah. Hal ini melibatkan keinginan Allah untuk berkomunikasi dan hidup bersama manusia dalam hubungan yang akrab dan saling memahami. Dalam perjumpaan dengan Allah yang hidup, manusia menemukan tujuan hidupnya yang sebenarnya. Kolose 1:19-20 menyatakan, “Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.” Kesatuan ini menunjukkan tujuan akhir dari ciptaan: hidup dalam kasih Allah yang menyeluruh.

Inkarnasi bukan sekadar memenuhi keadilan ilahi, tetapi merupakan tanda dari cinta tanpa syarat Allah. Melalui inkarnasi, Allah menunjukkan bahwa cinta-Nya melampaui dosa dan kebencian, mengundang manusia untuk mengalami pengampunan dan pembaruan hidup. Roma 5:8 menyatakan, “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Ayat ini menunjukkan bahwa inkarnasi adalah panggilan bagi manusia untuk merasakan cinta Allah yang tidak tergoyahkan oleh dosa.

Salib adalah bukti utama dari kerinduan Allah untuk menjalin ikatan kasih yang mendalam dengan ciptaan-Nya. Allah tidak hanya menciptakan dunia, tetapi juga rela untuk menebusnya dengan pengorbanan yang besar. Dalam Yesus yang tersalib, Allah mengungkapkan kasih yang tak berhingga dan kerelaan-Nya untuk menanggung penderitaan demi keselamatan umat manusia. Yohanes 15:13 mengingatkan kita bahwa pengorbanan adalah bukti tertinggi dari cinta, dan salib adalah ungkapan dari cinta Allah yang rela berkorban.

Bagi Scotus, kasih Allah yang diwujudkan melalui inkarnasi dan salib melibatkan seluruh ciptaan, bukan hanya manusia. Dalam pandangannya, inkarnasi Yesus adalah tanda bahwa seluruh ciptaan memiliki tempat dalam rencana penyelamatan Allah. Hal ini mengingatkan kita bahwa keselamatan tidak hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Allah, tetapi juga hubungan dengan alam semesta. Dalam Roma 8:19-21, kita melihat bahwa seluruh ciptaan menanti dengan rindu akan pembebasan anak-anak Allah. Ayat ini mengungkapkan bagaimana kasih Allah meliputi seluruh ciptaan.

Kesatuan Allah dengan manusia melalui Yesus Kristus adalah tanda terbesar dari cinta yang tanpa syarat. Allah menjadi manusia untuk menjembatani kesenjangan antara yang ilahi dan yang manusiawi, menciptakan jalinan kasih yang erat dan penuh kasih sayang. Yohanes 17:21 menyatakan, “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Kesatuan ini adalah panggilan bagi manusia untuk mengalami cinta Allah yang sejati dan tanpa batas.

Inti dari pewahyuan Allah sepanjang sejarah adalah cinta tanpa syarat yang menginginkan kesatuan dengan seluruh ciptaan. Melalui inkarnasi dan pengorbanan Yesus di salib, Allah menunjukkan kasih-Nya yang tidak terbatas dan menyeluruh. Dalam peristiwa inkarnasi dan salib, Allah mengungkapkan diri sebagai Allah yang hadir dan dekat dengan ciptaan, mengundang setiap makhluk untuk mengalami cinta dan pengampunan-Nya. 1 Yohanes 4:16 menegaskan bahwa “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” Ayat ini merangkum tujuan dari seluruh karya penyelamatan: cinta Allah yang mengalir tanpa batas.


PERTEMUAN SOTERIOLOGI - 5 NOVEMBER 2024

Komentar